PEMBUATAN TAKSIDERMIS
(Laporan Praktikum Lapangan Taksonomi Vertebrata)
Disusun Oleh :
Kelompok II
1.
Berti Anina Sulistina
2.
Cikra Pawana
3.
Darwisah
4.
Erma Indriyana
5.
Fitri Mulyana
6.
Helen Ariska
7.
Irawansyah
8.
Luq-lug In Tatimah
9.
Moh Dwi Kurniawan Hasan
10. Sinta Damaiyanti
11. Siti Khusnul
12. Syarifah
Setianingrum
13. Winda Kurniati
14. Wiwit Nurhasanah
Kelas : Biologi B
Semester : IV (empat)
Dosen : Gress Maretta, M.Si
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RAADEN INTAN
LAMPUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taksidermi
merupakan salah satu upaya pengawetan kering hewan-hewan yang telah mati untuk
ditampilkan. Taksidermi biasanya digunakan untuk berbagai tujuan misalnya
sebagai media dalam pembelajaran biologi dan juga sebagai hiasan.
Keunggulan taksidermi sebagai media pembelajaran biologi adalah keasliannya
karena terbuat dari hewan asli dan tidak membahayakan bagi mahasiswa.
Sedangkan kelemahannya adalah hanya morfologi hewan saja yang bias
diamati melalui taksidermi. Taksidermi ini dapat dilakukan pada semua spesies
hewan vertebrata termasuk mamalia, burung, ikan, reptil, dan amfibi. Banyak
masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pesisir yang memanfaatkan teknik
ini sebagai salah satu upaya untuk mengawetkan binatang-binatang laut sebagai
kerajinan ataupun hiasan yang biasanya mereka jual. Namun cara-cara yang
digunakan masih sederhana sehingga hasil yang didapatkan masih berbeda jauh
dengan buatan negara lain. Taksidermi ikan yang kami lakukan pada
Praktikum Kuliah Lapangan (PKL) yang diadakan di laboratorium Fakultas Biologi Universitas Gadjah Madah Yogyakarta dilakukan
dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu: 1) persiapan ikan, peralatan
serta bahan-bahan yang diperlukan; 2) melakukan proses skinning, preserving,
stuffing dan mounting.
1.2 Tujuan Praktikum
1.
Untuk mengetahui cara pembuatan taksidermi
2.
Untuk mengetahui kerangka tulang pada salah satu jenis
hewan vertebrata yaitu ikan bawal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksidermi
Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada
umumnya, vertebrata pada khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang
berukuran relatif besar dan hewan yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis
reptil, aves, amphibi dan mamalia. Organ dalam dikeluarkan dan kemudian
dibentuk kembali seperti bentuk asli ketika hewan tersebut hidup (dikuliti, hanya
bagian kulit yang tersisa).
Pengetahuan tentang kulit ini, sering dipakai sebagai
bahan referensi untuk identifikasi hewan vertebrata, dan juga untuk menunjukkan
bemacam-macam varietas yang terdapat di dalam species. Dengan kata lain
taksidermi merupakan pengetahuan tentang skinning (pengulitan), preserving
(pengawetan kulit), stuffing (pembentukan), dan mounting/ (penyimpanan sesuai
kondisi waktu hidup).
Biologi adalah suatu ilmu tentang kehidupan. Bagi siswa
mempelajari tumbuhan dan hewan dalam hubungannya dengan lingkungan sekitarnya
adalah bagian penting dalam mempelajari biologi. Untuk mengenal hakekat hidup,
serta dalam kehidupan tersebut diperlukan suatu cara atau metode. Pengawetan
tumbuhan dan hewan sangat diperlukan terutama untuk memenuhi kebutuhan pada
masa yang akan datang, dalam membantu perkembangan ilmu. Awet an rangka dan
anatomi tumbuhan maupun hewan sering diperlukan sebagai alat peraga dalam kegiatan
belajar mengajar biologi di kelas. Adanya awetan yang dibuat sendiri sangat membantu
pengadaan alat peraga dan koleksi. Tanpa adanya pengawetan yang baik, tumbuhan
dan hewan yang ditemukan dan dikoleksikan maka akan mengalami kerusakan, misalnya
pengerutan atau pembusukan. Pengawetan hewan dan tumbuhan diperlukan terutama
untuk memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang dan juga sebagai alat
peraga dan eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar. Pengawetan pada hewan
dilakukan dengan dua macam cara, yaitu : pengawetan basah dan pengawetan
kering. Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada umumnya,
vertebrata pada khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang berukuran
relatif besar dan hewan yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis reptil,
aves, dan mammalia. Organ dalam dikeluarkan dan kemudian dibentuk kembali
seperti bentuk asli ketika hewan tersebut hidup (dikuliti, hanya bagian kulit
yang tersisa). Pengetahuan tentang kulit ini, sering dipakai sebagai bahan
referensi untuk identifikasi hewan vertebrata, dan juga untuk menunjukkan
bemacam-macam varietas yang terdapat di dalam species.
Dengan kata lain taksidermi merupakan pengetahuan tentang
skinning (pengulitan), preserving (pengawetan kulit), stuffing (pembentukan),
dan mounting/opzet/pajangan (penyimpanan sesuai kondisi waktu hidup).
1.
Persiapan
Tahap persiapan yaitu menyediakan bahan-bahan dan
peralatan. Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu ikan yang telah mati,
manikin, boraks, larutan pembersih kamar mandi (lysol), air bersih, lem kayu,
lem G, dry foam dan mata ikan palsu. Peralatan-peralatan yang dipakai
meliputi: seperangkat alat bedah (sectio set), pisau tajam, nampan
plastik, ember, timbangan digital, beaker glass, alat ukur (meteran) dan
gunting. Seluruh bahan dan peralatan di atas harus tersedia agar
proses taksidermi berjalan lancar.
2.
Skinning (penyiapan kulit ikan)
Skinning adalah tahap pemisahan kulit dari daging dan isi
rongga tubuhnya. Proses skinning diawali dengan pemotretan dan pengukuran
morfometrik. Gambar hasil pemotretan sebaiknya ditempel sebagai panduan
ketika mencapai tahap mounting. Pengukuran morfometrik meliputi: 1)
pengukuran panjang standar (PS) ikan; 2) pengukuran panjang kepala (PK);
3) dan pengukuran tinggi badan (TB) ikan. PS diukur dari moncong ikan
yang paling atas sampai pangkal ekor ikan. Panjang kepala diukur dari
moncong ikan yang paling atas sampai pangkal oper kulum ikan. Pengukuran
tinggi badan ikan diukur dari badan ikan yang paling tinggi sampai
pangkal sirip dubur. Data hasil pengukuran morfometrik menjadi pedoman
dalam membuat manikin atau badan tiruan ikan. Manikin sendiri terbuat
dari dry foam yang dibentuk menyerupai badan ikan koi.
Ikan dilumuri dengan borak untuk mencegah terlepasnya
sisik dari kulit ketika proses skinning. Tepat di bagian linea lateralis,
kulit ikan disayat memanjang, mulai dari bagian akhir operculum hingga pangkal
ekor. Dari bagian yang disayat tersebut, daging dan isi rongga tubuh
diambil sedikit demi sedikit, mulai dari daging dalam rongga kepala,
dilanjutkan badan hingga pangkal ekor. Pengambilan dilakukan hati-hati
agar kulit tidak sampai terkoyak. Sisa daging ikan yang tidak terambil
harus dibersihkan sebersih-bersihnya. Daging ikan yang tidak terambil dalam
jumlah banyak tentunya akan mempengaruhi hasil taksidermi, karena dapat
menimbulkan bau tidak sedap dan menurunkan kualitas ikan taksiermi yang
dihasilkan. Bagian insang dan bola mata juga diambil menggunakan sectio
set. Organ insang dapat diambil, dapat juga tidak, tergantung ekspresi yang
akan diharapkan pada saat mounting. Ada kalanya insang tidak peerlu
diambil apabila akan ditampakkan ekspresinya seperti ikan hidup, yaitu pada
saat ikan akan disetting membuka operkulumnya, seperti ikan yang akan bertarung
atau akan menangkap mangsa.
3.
Preserving (proses pengawetan kulit)
Kulit ikan yang telah bersih kemudian direndam
menggunakan larutan pengawet. Terdapat beberapa larutan yang dapat
dipakai untuk mengawetkan kulit ikan, yaitu 1) perendaman dengan
menggunakan cairan spiritus 2) perendaman dengan menggunakan boraks dan
lysol. Adapun prosedur perendaman menggunakan spiritus, yaitu, dengan
mengisikan spiritus dalam baskom kemudian memasukkan kulit ikan ke dalam cairan
spiritus tersebut. Kulit diusahakan tidak terlipat dan harus terendam
sempurna. Jika ada sebagian kulit ikan yang tidak terendam, atau cairan
spiritus terlalu sedikit, maka proses preserving akan gagal. Perendaman
kulit ikan dengan cairan spiritus membutuhkan waktu selama 8x24 jam.
Prosedur menggunakan serbuk boraks yaitu, mengisi baskom
dengan air bersih sebanyak 3,75 l air bersih sedangkan dengan menggunakan
campuran boraks dan lysol hanya memerlukan waktu 1x24 jam. Penggunaan
campuran larutan boraks ini lebih murah dan cepat dalam waktu penyimpanannya,
sedangkan kekurangannya hasil awetan masih berpotensi memunculkan serangan
jamur atau cendawan. Pengawetan dengan menggunakan spiritus hasil awetan
tidak menimbulkan bau, namun harganya relatif lebih mahal. Kekurangan
pengawetan menggunakan cairan spirtus, dalam pemakaiannya membutuhkan jumlah
yang banyak dimana jumlah ini akan mempengaruhi biaya pembelian spirtus yang
cenderung mahal serta proses penyimpanan yang membutuhkan waktu lama daripada
menggunakan boraks
4.
Stuffing (penataan)
Kulit ikan kemudian di angin-anginkan setelah direndam
menggunakan cairan pengawet. Pengeringan kulit ikan dilakukan dengan
menggantung ikan dengan posisi kepala dibawah. Pengeringan ini dilakukan selama
15 menit atau lebih tergantung dari besarnya ikan. Pengeringan ini dilakukan
hanya beberapa saat, Tidak sampai kulit ikan benar-benar kering tetapi hanya
sekedar menghilangkan kandungan air. Selanjutnya kulit ikan diisi dengan
menggunakan manikin yang sudah dibuat sebelumnya. Pembuatan manikin disesuaikan
dengan ukuran morfometrik yang telah dilakukan. Apabila dalam pemasangan
manikin, ukuran manikin cenderung lebih besar dari ukuran ikan sebenarnya, yang
dimungkinkan mengalami penyusutan pada saat proses pengeringan kulit ikan
berlangsung, manikin dapat diperkecil kembali sesuai dengan ukuran yang cocok.
Apabila dalam pemasangan manikin masih terdapat
rongga-rongga yang belum terisi sepenuhnya dengan manikin, bagian-bagian ini
dapat ditutup dengan menggunakan campuran lem kayu dengan semen putih.
Pemasangan manikin dilakukan setelah sebelumnya bagian kulit ikan yang akan
dipasangi manikin dan manikin itu sendiri dilumuri dengan lem perekat. Lem
perekat ini dibuat dari campuran lem kayu dan lem sandal ( lem G). Penutupan
kulit ikan dapat menggunakan lem perekat ini juga. Setelah ikan selesai
dibentuk seperti bentuk semula maka selanjutnya dilakukan proses carding.
Carding adalah proses penyusunan sirip dengan membubuhkan bahan yang dapat
meregangkan sirip untuk selanjutnya dikeringkan sesuai posisi yang dipilih.
Bahan yang digunakan kawat strimin dan penjepit. Untung mengcarding sirip ekor
maka dapat menambahkan potongan kardus untuk memudahkannya.
Ikan yang akan di cat harus menunggu sampai
benar-benar lem perekat kering. Pengecatan warna ikan disesuaikan dengan warna
ikan sebelumnya yaitu pada saat ikan masih hidup atau setelah beberapa saat
ikan tersebut mati. Pengecatan dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu; 1)
mengecat warna dasar ; 2) mengecat sesuai dengan warna kombinasi. Pengecatan
warna dasar pada ikan disesuaikan dengan warna ikan yang asli, setelah melalui
proses ini ikan dibiarkan kering terlebih dahulu. Tahapan pengecatan ikan
selanjutnya disesuaikan dengan warna kombinasi yang dimiliki ikan. Alat yang
digunakan untuk mengecat ikan dinamakan Air brush. Cat yang deigunakan dapat
berupa cat khusus untuk taksidermi yang berbentuk cair dan bubuk.
5.
Mounting (peletakan)
Pemajangan hasil taksidermi dapat dilakukan setelah
melalui proses-proses pembuatan taksidermi selesai. Ikan koi yang sudah
ditaksidermi tidak akan mengalami banyak perubahan, hanya saja ikan ini tidak
dapat bergerak bebas/ mati. Taksidermi ini dapat dipajang di lemari kaca,
ataupun melalui teknik bow front case . Kelemahan pemajangan yang
dilakukan didalam almari kaca, hasil taksidermi ikan masih terlihat sederhana,
belum ada kreasi unik untuk menambah kesan hidup. Sedangakan untuk pemajangan
menggunakan teknik bow front case, hasil taksidermi dapat dipajang didepan
rumah atau digantung pada dinding dengan menggunakan hiasan-hiasan tertentu
sehingga taksidermi ikan terlihat sangat menarik.
2.2 Spesifikasi Ikan Bawal (Colossoma
macropomum)
Dalam klasifikasi, ikan bawel termasuk keluarga kelas
Ostrichtyes, ordo Chariformis, familli Characidae dan genus Colossoma. Warna
tubuh abu-abu tua. Bentuk tubuh tegak agak bulat, sisik berbentuk cycloid
berwarna perak dan pada kedua sisi tubuhnya terdapat bercak hitam. Letak sirip
dada tepat dibawah tutup insang (operkulum). Sisik pada linea lateralis
berjumlah 78-84 buah. Tubuh bagian ventral dan sekitar sirip dada ikan
bawal muda berwarna merah. Warna ini akan memudar sejalan dengan pertambahan
umur dan perkembangan fisik.
Ikan bawal memiliki dua buah sirip punggung yang letaknya
agak bergeser kebelakang. Sirip perut dan sirip dubur terpisah, sedangkan sirip
ekor berbentuk homocercal. Ikan bawal memiliki bibir bawah menonjol dan
memiliki gigi-gigi besar serta tajam untuk memecah biji-bijian atau buah-buahan
yang akan ditelan. Gigi-gigi ikan tersebut memberi kesan sebagai ikan garang
dan ganas. Bentuk morfologi ikan bawal yaitu :
Lambung ikan baawal berkembang baik dan memiliki 43-75
buah cecapylorica. Panjang usus berkisar 2-2,5 kali panjang badan. Ikan bawal
memiliki insang yang permukaan pernafasannnya lebih luas daripada jenis ikan
air tawar lain. Permukaan pernafasan yang luas ini memungkinkan ikan bawal
mampu bertahan hidup pada perairan yang memiliki kandungan oksigen yang rendah.
Ikan bawal yang tumbuh normal dapat berpijah setelah berumur 4 tahun atau berat
badannya mencapai 4 kg/ekor. Ciri-ciri induk ikan bawal jantan dan betina tidak
mudah untuk dibedakan. Ikan bawal memiliki ciri seksual dimorphisme. Ikan bawal
yang kenyang dan ikan bawal yang telah matang kelamin (matang gonada) agak
sulit dibedakan. Perut ikan bawal betina lunak dan membesar. Kondisi tersebut
merupakan cara adaptasi ikan bawal terhadap lingkungannya yang banyak dihuni
oleh ikan-ikan piranha yang ganas dan kanibalserta acapkali menyerang
induk-induk ikan bawal yang akan berpijah.
Tingkat kedewasaan (matang kelamin atau matang gonada)
ikan bawal didaerah subtropis relatif lebih lama dari pada didaerah tropis yang
beriklim panas. Ikan bawal jantan mencapai dewasa kelamin lebih cepat daripada
ikan bawal betina. Proses pematangan kelamin ikan bawal berlangsung relatif
lama dan pelan-pelan. Perkembangan gamet ikan bawal sangat dipengaruhi oleh
suhu (temperatur) lingkungan. Tetapi perkembangan telur, dan sperma induk ikan
bawal yang hidup didaerah tropis relatif lebih cepat dari pada dikawasan
subtropis. Pembentukan kuning telur didaerah subtropis hampir mandeg (
terhenti) selama musim dingin. Demikian pula larva dan benih ikan bawal yang
menetas pada lingkungan dingin cenderung memiliki ukuran yang relatif kecil.
Organ yang aktif bertugas dalam proses pemijahan adalah
sistem saraf pusat dan kelenjar pituitary. Kinerja kedua organ tersebut adalah
menstimulasi (rangsangan) aliran hormon gonadtropin masuk kedalam aliran darah.
Dengan adanya rangsangan hormon tersebut, maka terjadilah proses ovulasi telur.
Dalam kondisi normal, semprotan cairan sperma dalam media air juga menciptakan
kondisi psikologis ( spawning condition) yang secara langsung mempengaruhi
proses ovulasi telur.
Induk betina yang berpijah akan berovulasi mengeluarkan
telur-telurnya secara bertahap. Setiap pemijahan dapat terjadi ovulasi sebanyak
4 kali atau lebih secara interval waktu sekitar 10-15 menit. Dalam kondisi
tertentu, proses ovulasi dapat terjadi berkali-kali dengan interval lebih lama.
Fertilisasi terjadi apabila sel-sel telur segera terbuahi
oleh sel sperma. Didalam air sel sperma bergerak aktif dan masuk membuahi sel
telur melalui lubang kecil pada chorion. Telur yang telah terbuahi (fertil)
akan menyerap air sehingga ukurannya membesar atau menggelembung (swell) dan
sel-selnya mulai melakukan pembelahan secara mitosis. Proses embriogenesis ini
berlangsung selama puluhan jam dan kemudian telur menetas menjadi larva. Setiap
4-6 kg induk betina ikan bawal yang berpijah mampu menghasilkan telur sebanyak
500.000-700.000 butir.
Telur ikan bawal berwarna putih jernih dan tenggelam
dalam air tawar. Telur yang terbuahi (fertil) ataupun yang tidak terbuahi
(unfertil) akan membengkak dan menggumpal (menumpuk) didasa air. Telur yang
terbuahi akan menetas, sementara telur unfertil akan rusak dan membusuk. Larva
ikan bawal dibekali makanan cadangan berupa kuning telur (yolk) yang
menggantung dibawah permukanan perut. Kuning telur ini merupakan makanan yang
berkualita tinggi. Makanan ini merupakan sumber energi bagi larva sebelum organ
pencernaannya berkembang dan mampu menelan makanan yang diperoleh dari media
atau lingkungan disekitar habitatnya. Makanan cadangan ini cukup untuk
mensuplai kebutuhan energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup larva selama
3-4 hari.
Larva ikan bawal yang baru menetas sangat berbeda dengan
induknya. Larva ikan bawal yang baru menetas belum memiliki mulut (rongga
mulut), perut, (usus) anus, insang dan kantong udara, mulut dan perut larva
ikan bawal tidak memiliki insang, tetapi memiliki tabung pipa sederhana yang
bentuknya mirip insang. Pernafasan larva ikan dikendalikan oleh sistem kapiler
kulit yang membalut kantong kuning telur. Proses pernafasannya dilakukan secara
diffusi.
Insang dan kantong udara yang berfungsi sebagai kemudi
gerakan dan pengatur kesetimbangan mulai berbentuk beberapa hari setelah
menetas dan larva mulai sanggup berenang. Larva ikan bawal belum memiliki sirip
berpasangan, tetapi memiliki sirip ekstra yang melingakar di permukaan tubuh
bagian belakang dan kelenjar sekresi. Larva ikan bawal tidak mengalami
pigmentasi sehingga sangat peka dan rentang terhadap radiasai sinar matahati. Ikan
bawal menjadi gerang dan suka marah pada saat lapar. Ikan bawal yang lapar akan
menyerang ikan-ikan lain yang lebih kecil dan lemah.
1.
Lingkungan Hidup
Sama
seperti ikan lainnya, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik dan sesuai
untuk hidupnya. Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di habitat aslinya.
Di Brazil, bawal banyak ditemukan di sungai Amazon dan sering juga ditemukan di
sungai Orinoko, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya
deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang aliran sungainya tenang, terutama
saat benih. Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bawal ada banyak hal
yang harus diperhatikan, terutama dalam memilih lahan usaha, di antaranya
ketinggian tempat, jenis tanah, dan air.
2.
Makanan
Setiap
ikan mempunyai kebiasaan makan yang berbeda. Ada tiga golongan ikan berdasarkan
kebiasaan makan yaitu ikan yang biasanya makan di dasar perairan, di tengah,
dan di permukaan. Apabila dilihat dari jenis makanannya, ikan digolongkan dalam
tiga golongan pula, yaitu herbivora (pemakan tumbuhan), karnivora (pemakan
daging), dan omnivora (pemakan segala).
Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa bawal tergolong omnivora. Meskipun tergolong
omnivora, ternyata pada masa kecilnya (larva), bawal lebih bersifat karnivora.
Jenis hewan yang paling disukai adalah crustacea, cladocera, copepoda, dan
ostracoda.
Pada
umur dua hari setelah menetas, mulut larva mulai terbuka, tetapi belum bisa
menerima makanan dari luar tubuh, makanannya masih dari kuning telurnya. Umur
empat hari, kuning yang diserap oleh tubuh sudah habis dan pada saat itulah
larva mulai mengonsumsi makanan dari luar. Apabila diamati kebiasaan makannya,
bawal tergolong ikan yang lebih suka makan di bagian tengah perairan. Dengan
kata lain, bawal bukanlah ikan yang biasa makan di dasar perairan (bottom
feeder) atau di permukaan perairan (surface feeder).
3.
Kebiasaan Reproduksi
Membedakan
bawal jantan dan betina pada saat masih kecil memang sulit. Beberapa tanda yang
bisa dilihat adalah bawal betina memiliki tubuh yang lebih gemuk, sedangkan
bawal jantan selain lebih langsing, warna merah pada perutnya lebih menyala.
Apabila sudah matang gonade, perut betina akan terlihat gendut dan gerakannya
lamban. Adapun bawal jantan selain agresif juga akan mengeluarkan cairan
berwarna putih susu bila dipijat ke arah anus.
Seperti
ikan lainnya, bawal pun biasanya memijah pada awal dan selama musim hujan. Di
Brazil dan Venezuela, kejadian itu terjadi pada bulan Juni dan Juli. Adapun di
negara-negara lainnya, bawal dapat mengikuti musim yang ada, misalnya di
Indonesia kematangan gonad bawal terjadi pada bulan Oktober sampai April.
Sebelum
musim pemijahan tiba, induk yang sudah matang akan mencari tempat yang cocok
untuk melakukan pemijahan. Daerah yang paling disukai adalah hulu sungai yang
biasanya pada musim kemarau kering, sedangkan pada musim hujan tergenang.
Daerah yang seperti ini memberikan rangsangan dalam memijah.
Saat
pemijahan berlangsung, induk jantan akan mengejar induk betina. Induk betina
kerap kali akan membalas dengan cara menempelkan perut ke kepala induk jantan.
Apabila telah sampai puncaknya, induk betina akan mengeluarkan telur dan induk
jantan akan mengeluarkan sperma. Telur yang telah keluar akan dibuahi dalam air
(di luar tubuh).
4.
Klasifikasi Ikan Bawel Gambar.
Kingdom : Animalia
Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes
Familli : Characidae
Genus : Colossoma
Spesies : Colossoma macropomum
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan
Tempat Praktikum
Praktikum ini
dilaksanankan pada hari jumat, 09 Mei 2014 pukul 13.00-14.30 WIB di
Laboratorium Fakultas Biologi UGM Yogyakarta.
3.2
Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan pada proses pembuatan taksidermi ikan ini terdiri dari
:
NO
|
Alat
|
Bahan
|
1
|
Seperangkat alat bedah
(section set)
|
|
2
|
Pisau khusus untuk menguliti
|
Ikan bawal
air tawar
|
3
|
Cutter
|
Formalin
|
4
|
Pemotong styrofoam
|
Styrofoam
|
5
|
Jarum jait dan jarum paku
|
Kapas
|
6
|
Gloves (sarung tangan) dan masker
|
Zat pengawet
Boraks
|
7
|
Tang
|
Lem
|
8
|
Kuas
|
Kancing
|
9
|
Suntikan
|
|
10
|
Kawat
|
|
11
|
Gunting
|
|
12
|
Alat ukur
|
|
13
|
Nampan
|
|
14
|
Benang sol
|
|
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan saat praktikum dilakukan ialah:
1.
Menyiapkan alat dan bahan
2.
Membius ikan
3.
Ikan yang akan diawetkan perlu dibuang isi, mata dan otaknya.
4.
Membuat sayatan dibagian ventral
dan mengguntingnya
5.
Melepas kulit ikan dengan cara menyayat kulit sehingga terpisah
dengan dagingnya. Penyayatan kulit ini harus dilakukan dengan hati-hati agar
kulit ikan tidak robek atau ikut tersayat.
6.
Membersihkan kulit ikan dari daging dan lemak yang masih
menempel dengan menggunakan pisau yang ujungnya tumpul.
7.
Mengeluarkan isi dan minyak yang berada dibagian kepala
ikan.
8.
Mencuci kulit ikan pada air yang mengalir dengan
membersihkan sisa-sisa lemaknya.
9.
Mengoleskan kulit ikan dengan menggunakan borak
secara menyeluruh atau rata.
10. Menyuntikkan
formalin dibagian kepala ikan.
11. Mengisi rongga kulit ikan dengan menggunakan
gabus atau styropoam yang telah
diukur sebelumnya sehingga menyerupai bentuk ikan.
12. Menjahit bagian
kulit ikan yang digunting dengan menggunakan benang nilon
13. Memasangkan
manik-manik kancing dibagian mata ikan.
14. Menjemur
atau mengeringkan awetan.
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DOKUMENTASI
4.1 Pembhasan
Pada
percobaan taksidermi ini kami menggunakan ikan bawal, ( Colossoma macropomum ) sebagai objek utama. ikan merupakan hewan
vertebrata yang hidup di akuatik.
Langkah
pertama yang kami lakukan ketika kami akan mengawetan ikan dengan cara
taksidermi yaitu terlebih dahulu memerhatikan ukuran ikan. Hal ini dikarenakan
semakin besarl ukuran ikan maka akan semakin besar pula rangka dalamnya. Oleh
karena itu kami memilih ikan dengan
ukuran agak sedang sehingga dapat mempermudah proses pembentukan kembali (
stuffing ).
Dalam
proses percobaan setiap tahap kami lakukan dengan baik dan cukup memenuhi
prosedur dari mulai membius, membedah, membersihkan dari bagian isi, mata dan
otak, kemudian menyayat bagian dagingnya
sehingga yang tersisah hanyalah kulitnya.
Berdasarkan
percobaan yang telah kami lakukan hal yang seharusnya diperhatikan yaitu saat
proses pengukuran dan penyayatan ikan. Proses pengukuran dilakukan untuk
membuat bentukan ikan yang sesuai agar dapat digunakan untuk bagian dalam ikan
sehingga dapat memudahkan pada waktu proses penjahitan. Dan proses
penyayatanpun harus dilakuakan dengan sangat hati-hati dan teliti sehingga
tidak ada sisah daging yang tertinggal dibagian dalam. Jika pada waktu proses pembersihan dilakukan
dengan cermat dan teliti maka nantinya kerangka ikanpun tidak meninggalkan bau
dari sisa daging busuk yang masih melekat pada kulit terutama dibagian kerangka
kepala.
4.2 Dokumentasi Proses Percobaan
Berikut
beberapa hasil dari dokumentasi dari praktikum yang telah dilakukan di
Universitas Gaja Madah.
A.
Persiapan
B.
Skinning (penyiapan kulit ikan)
C.
Preserving (proses pengawetan kulit)
D.
Stuffing (penataan)
E.
Mounting (peletakan)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
a.
Taksidermi merupakan istilah pengawetan untuk hewan pada
umumnya, vertebrata pada khususnya, dan biasanya dilakukan terhdap hewan yang
berukuran relatif besar dan hewan yang dapat dikuliti termasuk beberapa jenis
reptil, aves, amphibi dan mamalia.
b.
Ketika melakukan
pengulitan maka harus dilakukan dengan penuh hati-hati, supaya tidak merusak
bagian kulit atau melukai bagian kulit hingga bolong, ketika sudah rusak maka
awetan akan menjadi jelek.
c.
Ketika melakukan
penjahitan bagian kulit yang akan disambung, ternyata tidak semuda menjahit
baju dengan tangan, bagian dasar kulit bawal ternyata sangat keras dan harus
dilakukan dengan eksta hati-hati dan memerlukan tenaga lebih beserta kesabaran
supaya tidak tertusuk di tangan dan tidak mematahkan jarum.
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito, 1990. ZOOLOGI DASAR. Erlangga. Jakarta.
Djarijah Siregar
Abbas, 2001. Budi Daya Ikan Bawal. Yogyakarta : Kanisius ( Anggota IKAPI).
Sukiya. 2003. Biologi Vertebrata.
Yogyakarta press. Universitas Negeri Yogyakarta.
Suryana
Sarnah, 2009. Mengawetkan Hewan.
Online. http://mediapendidikanok.blogspot.com/2009/10/mengawetkan-hewan_27.html. diakses pada hari selasa, 27 mei 2014
Syamsuri,Istamar. 2004. Biologi.
Widya Utama. Jakarta